Teologi Liberal

Mungkin sudah banyak yang mendengar kata ini "Teologi Liberal", terlebih jika anda adalah orang yang bergelut di bidang Teologi, hal ini sudah tidak asing lagi tentunya. Pertanyaannya sekarang ialah, Seperti apa teologi liberal itu? bagaimanakah teologi liberal itu? Tujuannya apa ?. inilah yang akan saya coba bahas di post kali ini, Apa, bagaimana, dan apa tujuan dari teologi liberal itu.

Teologi Liberal

Pengertian Teologi

Secara etimologi, Teologi berasal dari bahasa yunani, yakni Theos dan Logos. Theos berarti Allah, Dewa atau Tuhan dan Logos adalah Ilmu (Jika dalam agama Kristen : Logos adalah Firman, sabda).

Dari etimologi tersebut, dapat di tarik kesimpulan bahwa Thelogi adalah ilmu yang mempelajari tentang Tuhan, dewa atau Allah. Selanjutnya dalam kamus filsafat di sebutkan Teologi secara sederhana yaitu suatu studi mengenai pertayaan tentang Tuhan dan hubungannya dengan dunia realitas. 

Dalam pengertian yang lebih luas, teologi merupkan salah satu cabang dari filsafat atau bidang khusus inquiri filosofi tentang Tuhan (Runes,1953:317). 

 Menurut Maulana dkk,mengemukakan bahwa teologi secara arfiah berarti teori atau study tentang Tuhan. Dalam praktek, istilah ini dipakai untuk kumpulan doktrin (ajaran) dari kelompok keagamaan tertentu atau pemikiran individu (Pudja :1984).

Ilmu Teologi sudah sejak lama berkembang dalam peradaban kehidupan manusia. Dalam buku dekonstruksi kebenaran oleh Daniel L Pals tentang lahirnya konsep Theos di jelaskan oleh Freud bahwa konsep ketuhanan yang paling pertama adalah Anime atau Animisme hingga dalam perkembangannya sekarang ini berakhir dalam konsep yang di sebut dengan Monoteisme dan inilah konsep ketuhanan yang paling berjaya peradabannya era sekarang.

Pengertian Liberal

Liberal berasal dari kata Liber yang berarti bebas atau merdeka (tanpa imperialisme).

Perkembangan Teologi Liberal

Teologi liberal muncul pertama kali pada abad pencerahan atau renaisance (Abad 17-19) dimana saat itu adalah saat di mana berkembangnya atau populernya teori rasionalisme dari seorang filsuf yang bernama Rene Descartes (1596-1650).

Perkembangan rasionalisme pada abad 17-19 ini membuat banyak filsuf berpikir bahwa segala sesuatunya harus didasarkan pada rasio/akal budi, otomatis jika di luar itu maka hal itu tidak akan dianggap sebagai sebuah ilmu atau logos (untuk membebaskan diri dari doktrin Kristiani yang cukup membelunggu zaman itu).

Teologi liberal sendiri pertama kali di cetuskan oleh seorang filsuf yang bernama Friedrich Schleiermacher (1768-1834). Schleiermacher ingin membela kekristenan dari paham rasionalisme bahwa Allah itu tidak dapat dicapai oleh manusia.

Schleiermacher menawarkan jalan lain untuk mengenal Allah, yaitu dengan perasaan. Oleh sebab itu, ia mengembangkan filsafat romantisisme, yaitu mengenal Allah melalui perasaan (khususnya perasaan bergantung penuh pada Allah).

Pendapat Schleiermacher ini dianggap sesuai dengan budaya saat itu dan relevan dengan jaman, padahal di sisi lain, untuk membuat teologinya diterima, Shcleiermacher harus "mengorbankan" doktrin-doktrin historis Kristen (karena sejarah berhubungan dengan rasio, jadi harus ditolak), penalaran filosofis terhadap doktrin (dibuang karena masih mengandung unsur rasio), termasuk menolak Alkitab sebagai firman Allah (Allah harus dikenal lewat perasaan!) dan Yesus sebagai Allah. Yesus, menurutnya, adalah seorang yang memiliki perasaan bergantung yang absolut pada Allah dan oleh sebab itu kita semua harus menjadikan Yesus ini sebuah teladan hidup (bukan Allah).

Berbeda dengan Schleiermacher, Albert Ritschl (1882-1889), tokoh teologi liberal selanjutnya, lebih menekankan agama sebagai moralitas, dan bukan lagi hanya perasaan. Apa yang diterima dari kekristenan hanyalah apa yang bersifat moral. Ia membedakan Alkitab menjadi dua bagian, historie (sejarah) dan geschichte (cerita moral).

Sesuatu yang bersifat sejarah tidaklah penting, yang penting adalah nilai moral yang bisa diambil. Doktrin-doktrin Kristen pun tidak penting, yang penting nilai moralnya. Ritschl juga berpendapat bahwa Yesus lebih dari sekedar teladan hidup, tapi adalah tokoh moral terbesar abad ini yang harus dijadikan patokan moral, dimana Ia setia terhadap panggilan-Nya sampai mati.

Adolf von Harnack memiliki sudut pandang berbeda dengan dua tokoh liberal pendahulunya. Menurut Harnack, Yesus bukan sekedar tokoh moral, tapi seorang tokoh eskatologis. Ia mengajarkan tentang Kerajaan Allah sudah datang. Tapi tentu saja, ajaran Yesus itu salah dan tidak terbukti. Malahan, Ia mati konyol disalib karena ajaran yang salah tersebut. Rudolf Bultmann adalah tokoh selanjutnya (lebih ke seorang eksistensialis). 

Ia menganggap bahwa Alkitab mengandung mitos, dan oleh karena itu, bukan Firman Allah. Metodenya yang paling terkenal adalah demitologisasi, yaitu berusaha menarik mitos dari Alkitab agar dapat dimengerti oleh semua orang, dengan pendekatan yang lebih relevan (menolak hermeneutik kuno dan menggunakan kritik bentuk). Dari pandangan-pandangan tokoh diatas, maka lahirlah empat ciri-ciri dari Teologi Liberal, antara lain sebagai berikut : Menolak Alkitab sebagai firman Allah Menolak Yesus sebagai Allah  Menolak doktrin-doktrin inti Kristen (mengenai dosa, keselamatan, penebusan dan lain sebagainya) Menolak Mitos (Seperti Yesus lahir dari seorang perawan, mukjizat, dan kebangkitan Yesus dll.)

Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut : Theologi liberal adalah Teologi yang muncul pada abad pencerahan/renaisance (17-19) disebabkan berkembangnya teori rasionalisme dari Rene Descartes zaman itu. Theologi liberal di cetuskan oleh Friedrich Schleiermacher (1768-1834).

Ciri-ciri teologi liberal adalah : Menolak Alkitab sebagai firman Allah Menolak Yesus sebagai Allah  Menolak doktrin-doktrin inti Kristen (mengenai dosa, keselamatan, penebusan dan lain sebagainya) Menolak Mitos (Seperti Yesus lahir dari seorang perawan, mukjizat, dan kebangkitan Yesus dll.)

Demikian ulasan saya mengenai Teologi Liberal, semoga bermanfaat kawan !! Salam.

Posting Komentar untuk "Teologi Liberal"